IMMawati Nur Inayah'Tul Ma'wa Pasyah
Ketua Bidang kader PIKOM IMM FKIP UMS Rappang
........................................
Ada rasa tak enak di hati saya saat pertamakali mendengar kabar tentang virus corona. Waktu itu, beritanya baru tentang China, Wuhan, dan berbagai kengerian tentang para pasien yang begitu cepat melonjak angkanya. Kekhawatiran itu semakin jadi saat kemudian saya mendapati bahwa kita, warga +62 malah sibuk membuat lelucon tentang penyakit itu. Cadaan yang bukan hanya terlontar oleh masyarakat di akar rumput, tapi bahkan oleh para pejabatnya. Kadang, memang ada batas yang tipis antara bercanda dengan sesumbar. Seolah kita bakal sekuat itu sekiranya diuji dengan hal yang sama. Selalu, saya akan bersepakat bahwa lucu-lucuan tentang sebuah tragedi itu jahat.
Hingga kemudian hari itu tiba. Hari di mana secara resmi presiden mengumumkan tentang dua kasus pertama infeksi Corona di Indonesia. Deg. Si virus, akhirnya sampai di tanah air. Bersama dengan itu, gelombang berita tentangnya bagai tak terbendung. Mulai dari berita tentang korban, juga berbagai rupa-rupa cara untuk menyembuhkan diri dari penyakit tersebut. Dan tentu, tidak semua dari itu merupakan fakta. Sayangnya, terkadang kecepatan jemari kita untuk membagikan berita, jauh lebih cepat daripada keinginan kita untuk mengonfirmasi kebenarannya. Bah.
Kini, Indonesia berada dalam fase di mana kita dianjurkan untuk #dirumahaja. Sebuah himbauan yang sekiranya sangat sejalan dengan apa yang Islam tuntunkan dalam menghadapi wabah. Lagi-lagi sayangnya, anjuran itu tidak mampu benar-benar dipahami oleh segenap kita. Hasilnya, kebijakan untuk libur kemudian diartikan sebagai liburan. Tempat-tempat wisata diramaikan, sesuatu yang sungguh tidak sejalan dengan konsep sosial-distancing yang seharusnya sejalan dengan upaya swakarantina. Belum lagi dengan harga masker yang melonjak, handsanitizer yang jadi langka, bahkan beberapa kebutuhan pokok yang entah diborong oleh siapa.
Padahal, sebenarnya kita diberi banyak waktu dan contoh dari negara-negara yang lebih dahulu menghadapi hal yang sama. Dari China yang kini bahkan bisa bernapas lega setelah badai Corona menghantam mereka. Tenaga medis yang menangani virus ini di Tirai Bambu bahkan kini kembali berupaya melakukan hal yang sama dengan terbang ke Itali, negara dengan pasien terinfeksi Corona yang cukup tinggi. Ada juga Singapura, Saudi, bahkan Vietnam-negara yang lebih kecil dari Indonesia, yang mampu menghadapi Corona dengan elegan. Contohnya sudah ada, tinggal kita mau ikut jalan yang mana.
Saya deg-degan saat membayangkan bagaimana pemerintah kita menghadapi ini semua, plus bagaimana kita sebagai rakyat mampu melepas keras kepala dan rasa manja dengan bersama melakukan upaya agar wabah ini segera berlalu. Padahal kita hanya diminta #dirumahaja, hitung-hitung biar tahu bagaimana perasaan Ibu-Ibu Rumah Tangga yang sehari-harinya ya emang Cuma di rumah aja. Kita hanya diminta #workfromhome, sesuatu yang dilakoni para emak-emak olshop bahkan di situasi normal sekalipun. Dan makin kita disiplin dengan itu, insyaallah makin cepat pula kondisi ini akan berlalu.
Guys, bentar lagi Ramadan loh. Kita tentu tak mau Ramadan jadi sepi sunyi karena kita dilarang berkumpul untuk jama'ah di Masjid kan? Banyak-banyak mengedukasi diri tentang wabah ini, biar kita bisa bertindak benar dan proporsional. Santuylah pada tempatnya. Tawakkal lah dengan setepat-tepatnya cara. Lincahlah tapi jangan lincah salah-salah. Kita bukan hanya butuh Pak Jokowi dan Menkes untuk menyudahi ini semua. Kita butuh kompak dan bersatu untuk kebaikan bersama. Mungkin, negeri ini sudah terlalu lama saling adu jotos karena berbagai perbedaan. Mungkin, kali ini Allah mau kita kembali bersatu untuk bersama menghadapi apa yang telah Dia takdirkan.
Kalo kata Mbak Najwa Shihab, hari ini, soliter berarti solider. Ada para tenaga kesehatan yang pastinya ingiiin sekali bisa kumpul keluarga di situasi sulit kayak begini. Tapi mereka harus berada di garda terdepan untuk merawat para pasien. So, kita-kita yang tidak punya hajat yang penting-penting amat, sok atuh disyukuri saja kesempatan untuk tetap tinggal di rumah.
Insyaallah badai akan berlalu. Kita tinggal pilih, mau jadi bagian yang ikut meredakan badai, atau tetap egois dengan pemikiran kita sendiri.
Sehat-sehatki' semua!
Komentar
Posting Komentar