Langsung ke konten utama

'' Ketika Sumur Mencari Gayung ''



Ketika Sumur Mencari Gayung
Oleh : Hasnatang
Ketua Bidang Riset & Pengembangan Keilmuan PC IMM Kabupaten Sidrap

Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa deraja. ~ Al-mujadalah ayat 11

  Tuhan tidak menciptakan manusia diatas atau dibawah sesama manusia, adanya perbedaan antara yang bijaksana dan yang bodoh, antara yang kaya dan yang miskin, itu datangnya dari masalah pendidikan. Pernyataan ini dikutip dari ungkapan Fukuzawa Yukichi salah satu tokoh penggerak revolusi jepang dan ini senada dengan ungkapan Nelson Mandela bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Pendidikan secara persuasif merupakan proses pembentukan karakter untuk memanusiakan manusia sehingga mampu membentuk manusia yang lebih beradab terkhusus peradaban ilmu pengetahuan sebagai penunjang keberlangsungan kehidupan manusia dan juga sebagai bekal keselamatan didunia dan akhirat.
Sajatinya ilmu pengetahuan ibarat lentera dalam kegelapan, ia adalah pelita dan cahaya penerang agar kita tetap bisa melihat dalam keadaan gelap, agar langkah kaki tetap tegap dan terarah. Sama halnya dengan pikiran agar tidak melahirkan sesat berpikir dikarenakan mendewakan asumsi-asumsi yang tak berdasar maka ia harus dibekali dengan ilmu. Pikiran sifat dasarnya liar sehingga pembeda antara manusia dan hewan adalah bagaimana kita mengolah akal dan pikiran kita, kalaulah tidak dibekali dengan ilmu maka akan berpeluang cacat dalam berpikir, seperti mudah menghakimi orang lain, meletakkan surga dan nerakanya seseorang dilisannya, baik buruknya sesuatu berdasarkan perspektif persuasifnya dan stigma-stigma negatif lain yang dikarenakan tidak memiliki ilmu dalam mengontrol diri untuk tetap menjaga agar pikiran tetap waras.
Kalau kita bawah dalam konsep teologis menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim sehingga jalan kesurga akan dimudahkan bagi sang penuntut ilmu. Ini juga yang menjadi alasan orang-orang terdahulu rela menempuh jarak ber-mil-mil, meninggalkan kampung halaman untuk mencari ilmu karena mereka paham betul hanya ilmulah yang akan membawah keselamatan baginya. Ilmu itu ibarat lembah yang menampung air yang memberi manfaat bagi orang disekitarnya dan terbukti peradaban yang terjadi pada hari ini termaksud segala hal yang memudahkan dan menunjang kebutuhan kita itu semua rekayasa dari perkembangan llmu pengetahuan. Dan tentunya tidak luput dari perjuangan pendahulu kita yang memanfaatkan sumberdaya yang ada ditengah keterbatasan dalam menuntut ilmu dan mengembangkannya, karena zaman dahulu sumber ilmu pengetahuan masih sangat terbatas, bacaan masih sangat minim, apalagi SDM masih terhitung jari kalaupun ingin menimbah ilmu langsung kedasar sumurnya butuh waktu yang sangat lama karena dibatasi jarak.’’Tuntutlah ilmu sampai kenegeri cina’’ adalah pepatah yang menggambarkan antusiame orang-orang dahulu dalam menancari ilmu pegetahuan, akan tetapi bagaimana dangan hari ini? .
Kita berada dizaman yang serbada ada dengan kemajuan disegala bidang yang tak terbendung lagi oleh perkembagan IPTEK tekmaksud kemajuan dibidang ilmu pengetahuan. Semua hal bisa menjadi guru, sumber ilmu pun bisa dengan mudah  kita dapatkan tanpa harus keluar rumah, fasilitas untuk menambag wawasan juga makin hari makin maju. Tetapi sangat disayangkan sungguh mirip melihat keadaan orang-orang dizaman moderen, terjadi ketidak seimbagan antara perkembangan IPTEK dan motivasi belajar, semangat kita dalam menuntut ilmu. Majelis bertebaran dimana-mana, buku bacaan dengan mudah didapatkan, sharing sangat mudah dilakukan akan tetapi itu tidak melahirkan kesadaran untuk mau belajar dan terus menuntut ilmu. ‘’Sumur yang mencari gayung’’ adalah hal yang tepat untuk menjelaskan fenomena saat ini, sulit untuk membedakan antara siapa yang butuh dan siapa yang membutuhkan. Manusia perlu air untuk minum, harusnya sebagai orang yang normal kita yang mencari air bukan air yang mencari kita, begitupun sebaliknya harusnya kita yang mendatangi sumber ilmu, bukan ilmu yang mencari kita. Tetapi pada kenyataannya ilmulah yang mencari kita terbukti dengan banyak media bisa dijadikan wadah untuk belajar, bisa dijadikan untuk menimbah ilmu, faktanya seolah-olah kita tidak butuh dan terkadang mengabaikan, sungguh distorsi kesadaran, terjadi degradasi spirit dalam menuntu ilmu pengetahuan.










Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merefleksikan Pesan Buya Syafii Maarif Sebagai Gerakan Pencerdasan Generasi Muda

Penulis : Arman (Ketua Bidang Organisasi PC IMM Sidrap Periode 2019-2020).

"PERSPEKTIF AKTIVIS MENCERAHKAN DAN MENCERDASKAN SEBAGAI WUJUD PERAN RAHMATAN LIL 'ALAMIN"

Arman  Ketua Bidang Organisasi  PC IMM Sidrap Periode 2019-2020 Bulo Wattang, Kamis, 18 Juni 2020 Berbicara tentang aktivis tentunya tidak asing lagi ditelinga mahasiswa terutama yang bergelut di dunia organisasi kemahasiswaan yang ada di perguruan tinggi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia aktivis merupakan orang yang termasuk dalam anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita, yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya, atau dengan kata lain seseorang yang menggerakkan aktivitas-aktivitas organisasi. Seorang aktivis tentunya memiliki tanggung jawab besar sebagai agen of change dan social of control sehingga kehadirannya ditengah-tengah masyarakat sangat strategis dalam memberikan kontribusi positif dalam menjawab dinamika sosial yang kekinian. Untuk itu aktivis yang berada dilingkungan perguruan tinggi hendaknya tidak hanya sekedar menjadi mahasiswa formal saja tetapi ilmu yang didapatkan

Memperingati Hari Kesakitan Pancasila 1 Oktober - IMMawati Ayu Santri

  PC IMM KAB SIDRAP Peringatan hari kesaktian Pancasila dilakukan setiap tanggal 1 Oktober setiap tahunnya. Secara garis besar peringatan Hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang kembali jalannya sejarah di masa lalu dalam mempertahankan ideologi bangsa. Adanya Hari Kesaktian Pancasila juga bisa dilakukan atas dasar mengenang dan menghormati jasa para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa gerakan 30 September atau lebih banyak dikenal dengan sebutan G30S/PKI. Awalnya peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini hanya dilakukan oleh Angkatan Darat. Kini Hari Kesaktian Pancasila menjadi salah satu Hari Nasional yang diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Peringatan ini bertujuan agar bangsa Indonesia mengingat kembali peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) dan juga untuk mencegah terulangnya kembali peristiwa tersebut. Mengenang latar belakang penetapan Hari Kesaktian Pancasila, G30S/PKI merupakan bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia. Dalam peristiwa tersebut, 6 orang